Ruangpublik.com (14/1/2021) – BPOM telah mengumumkan tingkat efikasi vaksin Sinovac hanya 65,3%, artinya masih mungkin terpapar COVID-19 bagi mereka yang divaksin. Sinovac si pembuat vaksin pun belum memberikan keterangan resmi detail dari bahan yang digunakan dan tidak menolak dengan tegas adanya kandungan Gelatin Babi pada vaksinnya. Di sisi lain, Vaksin Sinovac ini digadang-gadang menjadi program vaksinasi nasional COVID-19.
Minimnya jaminan kesehatan bagi masyarakat atas vaksin yang digunakan dan belum terpenuhinya keyakinan masyarakat atas kehalalan vaksin, dibarengi dengan ancaman-ancaman pidana yang diarahkan kepada masyarakat dimana masyarakat divaksin bukan karena kesadarannya tetapi ketakutan dan tekanannya, jelas ini berpotensi melanggar HAM.
Masyarakat yang ditakut-takuti dengan menbarkan ancaman pidana dan denda, pihak yang berkepentingan akan menuai banyak perlawanan dan tuntutan dari masyarakat terkait Haknya untuk hidup terlindungi secara lahiriah dan batiniahnya.
Sementara dilansir dari laman hukumonline.com, belum Ada Aturan Sanksi pidana di Tingkat Pusat bagi yang menolak divaksinasi COVID-19
Sebelumnya kita telaah dulu beberapa aturan terkait pemahaman vaksin. Pertama, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Imunisasi. Menurut Pasal 1 ayat 2 “Permenkes 12/2017” tersebut berbunyi
Produk biologi yang berisi antigen berupa mikroorganisme yang sudah mati atau masih hidup yang dilemahkan, masih utuh atau bagiannya, atau berupa toksin mikroorganisme yang telah diolah menjadi toksoid atau protein rekombinan, yang ditambahkan dengan zat lainnya, yang bila diberikan kepada seseorang akan menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif terhadap penyakit tertentu.
Yang kedua, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pelayanan dan Penerbitan Sertifikat Vaksinasi Internasional. Menurut Pasal 1 ayat 3 “Permenkes 23/2018” yang dimaksud vaksinasi berarti:
Pemberian vaksin yang khusus diberikan dalam rangka menimbulkan atau meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga apabila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan dan tidak menjadi sumber penularan.
Berikutnya, Peraturan Presiden Nomor 99 tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) (“Perpres 99/2020”).
Sepanjang penelusuran kami, belum ada peraturan di tingkat pusat yang mengatur sanksi pidana bagi pihak yang menolak divaksinasi COVID-19, dikutip dari laman tersebut.
Adapun Kewajiban vaksinasi ditujukan kepada pihak yang akan melakukan perjalanan internasional dari dan ke negara terjangkit dan/atau endemis penyakit menular tertentu dan/atau atas permintaan negara tujuan.
jenis vaksinasi yang diwajibkan dalam rangka perjalanan internasional dari dan ke negara terjangkit dan/atau endemis penyakit menular tertentu ditetapkan oleh Menteri Kesehatan
Konsekuensi lainnya yang diterima, yaitu:
- Orang yang datang dari negara terjangkit dan/atau endemis penyakit menular tertentu tidak dapat menunjukkan Sertifikat Vaksinasi Internasional atau yang ditunjukkan tidak valid, dilakukan tindakan kekarantinaan kesehatan.
- Orang yang berangkat dari negara terjangkit dan/atau endemis penyakit menular tertentu tidak dapat menunjukkan Sertifikat Vaksinasi Internasional atau yang ditunjukkan tidak valid, harus divaksinasi dan/atau profilaksis, penundaan keberangkatan, dan penerbitan Sertifikat Vaksinasi Internasional.
UU No 4 Tahun 1984 yang ditafsirkan Pemerintah untuk mempidanakan penolak vaksin berlaku dalam kondisi karantina wilayah bukan PSBB dan ditujukan bukan pula kepada individu yang mempertahankan haknya melainkan kepada orang/sekelompok orang yang menghalang-halangi penyelenggaraan imunisasi. Adapun isi dari Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular yaitu:
Barang siapa dengan sengaja menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 1 tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp1 juta.
Kemudian Pasal 30 Perda DKI Jakarta 2/2020 mengatur pemberlakuan sanksi pidana bagi masyarakat yang menolak vaksinasi COVID-19 sebagai berikut:
Setiap orang yang dengan sengaja menolak untuk dilakukan pengobatan dan/atau vaksinasi Covid-19, dipidana dengan pidana denda paling banyak sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
Perlu dicatat, lingkup keberlakuan Perda tersebut hanya terbatas pada Provinsi DKI Jakarta.
WA