Ruangpublik.com – Belakangan publik dikagetkan dengan pemberitaan “ada 2 juta data hasil test negatif yang tidak dimasukkan ke dalam sistem”. Hal ini akan mempengaruhi test rate secara signifikan. Apakah ini sebuah kebetulan dalam masa pandemi yang sudah berjalan satu tahun? Siapa yang harus bertanggungjawab?
Sampai kapan masyarakat terus disalahkan karena pandemi yang tidak kunjung usai? Di sisi lain Pemerintah belum berhasil meyakinkan masyarakat dengan data yang valid. Kebijakan selama ini di dasarkan kepada hal apa kalau data yang digunakan belum tervalidasi dengan benar?
Pemerintah perlu melihat sisi lain dari kebijakan yang selama ini diambil dan menjadikan masyarakat sebagai subjek dari pengentasan pandemi lebih cepat dari negara lain. Tidak bijak rasanya kalau Pemerintah menganggap masyarakat tidak akan mampu melawan Covid-19 secara mandiri.
Data yang tervalidasi itu penting
Sebuah kebijakan / keputusan membutuhkan data yang valid. Kualitas data yang dihasilkan itu tergantung dari sistem yang dibangun dan manusia sebagai operatornya. Sistem yang dibangun ini melibatkan sistem kontrol dan audit. Ketika ada 2 juta data hasil test negatif COVID 19 yang tidak masuk ke sistem ini, siapa yang bertanggungjawab?
Semua seakan lepas tangan Pemerintah menempatkan diri sebagai korban, Padahal sistem ini yang buat Pemerintah sendiri. Semestinya Pemerintah mengakui kelalaiannya dan bertanggungjawab. Permintaan maaf pun tidak ada. Masyarakat sudah terlanjur sengsara bukan karena virusnya tapi kebijakan di lapangan yang semena-mena.
Virus Hanya Efektif Dilawan dengan Imun Tubuh
Para ahli berpandapat virus hanya bisa dilawan dengan imun tubuh. Imun tubuh ini dipengaruhi lebih besar oleh pikiran dan perasaan. Pikiran dan perasaan ini dibentuk dari apa yang kita lihat, baca dan yakoni sehari-hari. Siaran TV, konten media online dan pemberitaan sehari-hari tidak ada yang meliput pengalaman dan treatment ribuan pasien yang telah berhasil sembuh secara berulang-ulang. Porsi berita negatif lebih banyak. Peran pihak yang berwenang masih dirasakan nihil dalam kontribusinya menyehatkan masyarakat melalui mindset.
Rumah Sakit Bukan Segalanya
Kalau kita membaca data, kapasitas RS ini sangat jauh lebih kecil dari populasi di suatu wilayah. Banyak para pasien yang berhasil sembuh bercerita kalau di RS ini treatmennya tidak ada yang spesial, hanya pemberian vitamin, olahraga dan kegiatan lain yang meningkatkan imun. Kenapa tidak melibatkan Puskesmas sebagai alat kontrol masyarakat dimana para pasien yang punya gejala ringan ataupun tidak bergejala dapat dirawat jalan di rumah masing-masing dengan pengawasan intens dari Puskesma setempat. Bukan sebaliknya malah dijemput dengan SOP yang menegangkan dan membuat cemas masyarakat di sekitarnya.
Hargai Solusi dan ilmuwan Dalam Negeri
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki inisiatif dan budaya untuk mencari solusi secara mandiri. Bangsa kita dikenal punya kemampuan dan kapasitas yang diakui dunia. Tapi penghargaan itu tidak berlaku di negaranya sendiri.
Pemerintah belum punya solusi bagaimana menghargai karya anak bangsa sehingga tidak hanya menjadi sebuah karya tulis ilmiah biasa. Banyak bangsa kita yang bekerja di luar negeri karena merasa lebih di-wongke di sana. Terkait COVID-19 ini, telah banyak inisiatif dan produk yang dihasilkan seperti BCL, pengembangan empon-empon, alat deteksi canggih (GENOSE), dan Vaksin Merah Putih yang sedang dikebut pengembangannya. Semuanya ini membawa manfaat dan mengakhiri pandemi jika Pemerintah tidak memandang ini sebelah mata dan bertepuk sebelah tangan.
Pada kenyataannya, kebijakan vaksin import harus ditinjau ulang. Virus yang dimasukkan ke dalam vaksin itu harusnya virus yang mewabah di wilayah setempat. Tidak heran kalau vaksin impor ini punya efikasi yang kecil dan terkesan kita hanya menghamburkan uang. Dukung total vaksin Merah Putih dan gunakan GENOSE sebagai alat test di semua RS dan Puskesmas. Selain itu bisa kembangkan empon-empon dalam kemasan yang lebih praktis (kaplet atau bubuk tinggal seduh). Serap jeruk dari petani utnuk dibuatkan vitamin C1000 serbuk. Sebarkan ke masyarakat. Dari perhitungan, nilainya lebih ekonomis. Tetapi memang dari sudut pandang makelar akan berbeda karena minimnya biaya komisi.
Pembatasan Jam Malam Menurunkan Imun Masyarakat
Jam malam ini tidak ada bukti ilmiahnya sebagai solusi. Dalam kondisi normal, semakin malam konsumen semakin sedikit jadi tidak akan menimbulkan kerumunan. Jam malam bagi usaha akan menurunkan imun tubuh karena para pengusaha tidak akan bisa istirahat karena ada beban pikiran. Pada akhirnya akan mengakibatkan stress yang terbukti menurunkan imun tubuh.
Kita Bukan Follower Negara Lain, Boleh Berpikir Out of the Box
Kita negara merdeka yang punya kebebasan dalam mencari solusi. Pemangku kebijakan selalu berpedoman kepada solusi yang normatif yang belum ada standarnya kerena WHO sendiri juga belum berpengalaman menghadapi COVID-19. Kebijakan Trial & Error dipaksakan ke masyarakat sehingga masyarakat menjadi Objek Penderita bukan menjadi Subjek dalam pengentasan pandemi ini
Banyak hal yang belum diketahui orang luar, seperti empon-empon peninggalan leluhur. Ilmuwan kita sudah bekerja keras di laboratorium menghasilkan berbagai solusi. Kita perlu berpikir out of the box. Kita bukan bangsa Follower yang menunggu di belakang.
Perpektif PPKM itu Nasional Bukan Parsial
Banyak pemuka agama yang membawa-bawa dalil tentang Pandemi, yang inti pesannya jika ada pandemi di suatu daerah, janganlah engkau masuk dan keluat dari daerah tersebut. Ini benar. Tapi perspektif dalam pelaksanaannya yang salah. wilayah pandemi yang dimaksud ini dimana? Hampir seluruh daerah di Indonesia sudah terpapar Virus COVID-19. Pandemi ini telah merata secara nasional. Penerapan kebijakannya kenapa pasrsial? Kita semua sudah terpapar secara definitif, tidak perlu dibuat sekat-sekat ekonomi. Biarkan ekonomi tetap berjalan. Tapi Indonesia tertutup bagi orang dari luar.
Yang terjadi adalah orang dari luar masih bisa masuk ke Indonesia dengan berbagai dalih. Sedangkan penerapan ketat hanya dilakukan di daerah-daerah sehingga perekonomian nasional terhambat.
WA